Situs www.change.org menyatakan bahwa sudah tercatat sebanyak 33 kebudayaan lokal Indonesia yang diklaim oleh negara asing. Beberapa kebudayaan lokal tersebut, seperti motif batik parang dari Yogyakarta yang diakui Pemerintah Malaysia, tari piring dari Bali juga diakui oleh pihak Malaysia dan sebagainya. Baru-baru ini saja dalam sebuah ajang bergengsi “Miss Grand Internasional” perwakilan dari Malaysia menggunakan kostum bertemakan kuda lumping, bukankah itu merupakan sebuah pengklaiman budaya lokal?
Apakah kita sebagai warga Indonesia hanya diam saja? Tentu tidak, kebudayaan yang kita miliki bagaikan barang berharga yang harus kita jaga seutuhnya. Jangan sampai orang lain menggunakan bahkan mencuri barang berharga kita seenaknya.
Melihat fakta tersebut Kita sebagai pemuda daerah haruslah berperan aktif untuk tetap menjaga dan melestarikannya. Di mana Indonesia memiliki kebudayaan yang majemuk dan tersebar di berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke. Budaya yang tersebar di berbagai daerah memiliki ciri khas yang disebut Local Wisdom.
Lihat saja, antara kebudayaan baik berupa kesenian maupun bahasa daerah dari ke 34 propinsi yang dimiliki Indonesia hampir memiliki ciri khas masing-masing yang berbeda satu sama lain. Jangankan propinsi, biasanya dalam satu kabupaten atau kota, setiap kecamatan atau desa memiliki kebudayaan dengan ciri khas yang berbeda. Misal saja di Kebumen, bahasa yang digunakan masyarakat kecamatan Gombong dan sekitarnya (Kebumen bagian barat) dengan kecamatan Prembun dan sekitarnya (Kebumen bagian timur) berbeda, barat khas dengan bahasa ngapaknya, sedangkan timur khas dengan bahasa bandeknya.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebutkan kebudayaan merupakan hasil karya, cipta, rasa, dan karsa masyarakat. Sedangkan, Koentjaraningrat adalah keselurahan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Jadi, pada intinnya local wisdom terlahir dari masyarakat suatu daerah itu sendiri yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Melihat realitas sekarang Local Wisdom yang dimiliki Indonesia sudah tergerus oleh arus modernisasi. Arus modernisasi yang berkembang sangat cepat menyebabkan local wisdom kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat. Mereka cenderung mengikuti arus modernisasi yang dianggap lebih kekinian. Seiring berkembangnya zaman, lokal wisdom haruslah di jaga dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan zaman. Peran kita sebagai pemuda daerah berkewajiban untuk tetap menjaga dan melestariakannya. Karena kalau bukan kita siapa lagi????.
Beberapa cara untuk dapat melestarikan kebudayaan yeng terpenting adalah menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri tanpa harus menghina kebudayaan lain. Akan tetapi perlu diingat hindari sikap primodialisme, karena primodialisme dapat menghambat kemajuan daerah sendiri. Bukan berarti dengan mencintai kebudayaan sendiri lalu enggan menerima kebudayan lain, asalkan kita saring terlebih dahulu jika baik kita ambil, namun jika tidak baik cukup sebagai pengetahuan yang tidak perlu kita lakukan.
Jogja HipHop Foundation (JHF) nama yang tidak asing bagi pecinta musik hiphop. Marzuqi sang pendiri berhasil memadukan budaya Jawa dan Amerika, ia berhasil membawakan tembung-tembung jawa dengan versi hip-hop dan penampilannya pun kekinian tanpa meninggalkan local wisdom dia dari Yogyakarta yang terkenal sebagai jantungnya budaya Jawa. Cara yang ditempuh Marzuqi, menunjukan kecintaan terhadap kebudayaan tanpa harus bersikap primodialisme.
Selain menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri kita juga bisa ikut berpartisipasi dalam ajang pameran budaya, tujuannya agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Hal yang terpenting juga yaitu mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, karena itu merupakan cara sederhana yang dapat kita lakukan untuk menjaga kelestarian budaya lokal.
Jika pemuda daerah peduli dengan lokal wisdom maka budaya itu akan tetap ada hingga generasi selanjutnya secara berkelanjutan. Begitu juga sebaliknya, jika pemuda enggan peduli dengan budayanya maka budaya itu akan mati.
Dengan melestarikan Lokal Wisdom kita pun dapat memperoleh manfaatnya. Yang pertama, untuk menjaga nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat. Yang kedua, sebagai warisan untuk dikenalkan kepada anak cucu Kita nanti. Yang ketiga, untuk menarik wisatawan baik domistik maupun asing. Yang keempat,untuk menambah keragaman budaya lokal.
Apabila nilai-nilai dalam masyarakat luntur, kita pun rugi karena tidak bisa mewariskan peninggalan nenek moyang kepada anak cucu Kita kelak. Indonesai akan semakin terasingkan, Indonesai akan kehilangan jatidirinya dan semua milik Indonesia akan dirampas oleh negara lain.(Fatkhiyah)
COMMENTS