![]() |
Sumber Gambar: Agreteknonogi web.id |
Segala sesuatu pasti ada fondasi atau landasan yang merupakan titik inti dari permasalahan sesuatu tersebut. Tidak terkecuali ilmu pengetahuan, dimana ilmu itu mempunyai landasan sebagai pembentukan suatu ilmu pengetahuan atau dasar-dasar supaya hal tersebut bisa sah dianggap sebagai ilmu. Landasan-landasan ilmu menurut Amsal Bahtiar pada tahun 2010 mengungkapkan, landasan ilmu terbagi dalam tiga hal, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ontos yang berarti ada, dan logos yang berarti ilmu. Jadi ontologi secara terminologi dapat dikatakan ilmu tentang ada. Lebih spesifiknya lagi dapat dituturkan sebagai bidang atau cabang filsafat yang mempelajari hakekat apa yang dikaji dalam realita yang ada.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh R-dolf Gocnelius pada tahun 1636, dalam usahanya untuk memberikan sebuah nama teori mengenai hakekat atau realita sebenarnya mengenai ada yang metafisis. Dalam perkembanganya metafisis atau metafisika terbagi menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi inilah yang disebut metafisika umum, sedangkang metafisika khusus ada tiga, diantaranya kosmologi, psikologi, dan teologi.
Bisa dikatakan ketiga hal tersebut merupakan cabang dari ontologi yang mempunyai defiinisi masing-masing. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus mengkaji tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus mengkaji jiwa manusia. Sedangkan teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus mengkaji tentang ketuhanan. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan ilmu bisa dikatakan sebagai objek, dimana dapat mencangkup seluruh aspek kehidupan yang dapat dirasakan dan dibuktikan oleh indera manusia.
Mengenail metafiska yang mempunyai arti di luar fisika, dapat disimpulakan bahwa diluar fisik manusia terdapat pengetahuan yang berkenaan dengan hakekakat “ada” yang dapat di fahami ataupun ditelaah secara mendalam. Bukan berarti hal-hal ghoib / metafisik itu tidak ada, karena hakekat ada pada suatu hal tidak semata-mata itu berwujud dan dapat ditangkap oleh indera manusia yang terbatas fungsinya. Ungkapan ini dapat digunakan untuk membantah argumen kefalsafahan yang sangat mengagungkan indera manusia dan realitas kewujudan yang dapat dilihat.
Landasan atau fondasi ilmu pengetahuan yang kedua adalah epistemologi, yang mana dalam pengertian secara etimologi berasal dari bahasa Yunani episteme berati pengetahauan dan logos berarti teori. Secara terminologi dapat disimpulkan suatu cabang filsafat yang berkenaan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasar serta klaim umum terhadap pengetahuan yang dimiliki. Runner salah satu tokoh filsafat mendefinisikan epistemologi yaitu suatu cabang filsafat yang menyelidiki sumber, metode, dan validisitas pengetahuan. Dari definisi tersebut dapat difahami epistemologi mengkaji secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan ilmu. Dengan menukil pendapat ini berarti ilmu harus didapatkan dengan metode yang ilmiah. Jujun S. Suriasumantri berpendapat metode ilmiah yang dapat menghasilkan suatau ilmu pengetahuan itu ada dua, diantaranya rasionalisme ( logika ) dan empirisme ( pengalaman ).
Cara berfikir rasionalisme malahirkan metode deduktif yang memiliki arti penyimpulan yang diperoleh dari peryataan yang runtut dan logis dengan menggambarkan argumen-argumen umum ditarik pada suatu kesimpulan yang khusus. Kelemahan metode ini menghasilkan jawaban yang hipotesis atau bersifat sementara. Sedangkan cara berfikir empirisme melahirkan metode induktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan hasil observasi ( bersifat khusus ) disimpulkan kedalam suatu pernyataan yang lebih umum atau dari pengamatan orang sampai pada pernyataan universal. Kelemahan metode ini terlalu menitik beratkan pada analisis data dan tidak lagi suatu upaya keilmuan untuk menguji hipotesis yang diajukan sebelumnya, melainkan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan menarik kesimpulan berdasarkan analisis data yang ada.
Oleh karena itu epistemologi berperan menggabungkan rasionalisme dan empirisme, yang menghasilkan hipotesis dengan cara melalui verifikasi yang berdasarkan data untuk melakukan pengujian kebenaran hipotesis tersebut. Pemikiran akal sehat secra ilmiah, dan analisis berdasarkan data yang kuat dapat menjadikan bahan refleksi kritis untuk diuji kebenaranya melalui penalaran.
Landasan yang terakhir yaitu Aksiologi, yang memiliki pengertian secara etimologi berasal dari bahasa Yunani aksio berarti nilai, dan logis artinya teori. Dapat disimpulkan secara terminologi yaitu teori-teori tentang nilai, baik berkenaan dengan baik, menarik, dan bagus untuk menghargai atau mengevaluasi. Menarik pengertian yang dilontarkan Bamel bahwa aksiologi terdiri atas tiga bagian, yaitu moral conduct ( tindakan moral, bidang yang melahirkan disiplin etika ), Esthetic expression ( ekspresi keindahan yang melahirkan disiplin estetika ), dan socio-political ;ife ( kehidupan sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik ).
Aksiologi berkaitan dengan kegunaaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam kaitan kegunaan pengetahuan ilmiah atau ilmu tentu berkenaan dengan penerapan ilmu dalam praktek. Contohnya penerapan konsep-konsep ilmu yang bersifat abstrak dalam bentuk konkretnya berupa teknologi. Dalam kenyataanya teknologi yang bertujuan memberikan kenyamanan pada manusia, tetapi juga menimbulkan ekses berupa dehumanisasi. Secara kultural diperlukan konsep bahwa suatu masyarakat harus menerapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-niali budaya yang dijunjungnya dengan mencarai alternatif penerapan teknologi yang lebih bersifat manusiawi. Penilaian terhadap suatu teori keilmuan sangatlah penting, supaya teori-teori tidak semena-mena berkembang tanpa memperdulikan nilai-nilai kemanusian. (Agoy)
COMMENTS